BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penulis ingin katakan ketika berbicara Good governance maka sering di
gunakan sebagai standar sistem good local governance di katakan baik dalam
menjalankan sistem disentaralisasi dan sebagai parameter yang lain untuk
mengamati praktek demokrasi dalam suatu negara.Para pemegang jabatan publik
harus dapat mempertangung jawabkan kepada publik apa yang mereka lakukan baik
secara pribadi maupun secara publik. Seorang presiden Gebernur, Bupati, Wali
Kota, anggota DPR dan MPR dan pejabat politik lainnya harus menjelaskan kepada
publik mengapa memilih kebijaksanaan X, bukan kebijaksanaan Y, mengapa memilih
menaikkan pajak ketimbang melakukan efesiensi dalam pemerintahan dan melakukan
pemberantasan korupsi sekali lagi apa yang di lakukan oleh pejabat publik harus
terbuka dan tidak ada yang di tutup untuk di pertanyakan oleh publik
Tidak
hanya itu apa yang di lakukan oleh keluarganya, sanak saudara dan bahkan teman
dekatnya sendiri sering di kaitkan dan di letakkan pada posisi pejabat publik,
mengapa demikian? Alasan sebenarnya sederhana saja, karena pejabat tersebut
mendapat amanah dari masyarakat maka dia harus dapat menegang amanah tersebut. Konsep Good governance pertama kali di perkenalkan
oleh UNDP, sebab munculnya konsep ini di sebabkan oleh tidak terjadinya
akuntabilitas, tranparansi. Artinya banyak negara dunia ketiga ketika di beri
bantuan dana tersebut banyak yang tidak tepat sasaran, sehinga negara maju
engan memberikan bantuan terhadap negara dunia ketiga adalah karena belum
terciptanya sistem birokrasi yang efektif, efesien dan tidak adanya
tranparansi, akuntabilitas bantuan dana dari negara maju. Konsekuensinya
banyak terjadi korupsi yang di lakukan oleh dunia ketiga ketika bantuan
di turunkan oleh negara maju. Pada akhir dasa-warsa yang
lalu, konsep good governance ini lebih dekat di pergunakan dalam reformasi
publik. Di dalam disiplin atau profesi manajemen publik konsep ini di pandang
sebagai suatu aspek dalam paradigma baru ilmu administrasi publik. Paradigma baru ini menekankan pada peran
manajer publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat,
mendorong dan meningkatkan otonomi manajerial terutama sekali mengurangi campur
tangan kontrol yang di lakukan oleh pemerintah pusat, Tanparansi, akuntabilitas
publik dan di ciptakan pengelolahan manajerial yang bersih dan bebas dari
korupsi. Tata kepermerintahan yang
baik )good Governance) merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini di
pergunakan secara regule di dalam ilmu politik dan administarsi publik
(administarasi negara). Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan
terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hak asasi manusia
dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Berkembanglah kemudian sebuah konsep tata pemerintahan
yang diharapkan dapat menjadi solusi untuk berbagai permasalahan tersebut.
Konsep itu yaitu Good governance. Governance berbeda dengan government
yang artinya pemerintahan. Karena government hanyalah satu bagian dari governance.
Bila pemerintahan adalah sebuah infrastruktur, maka governance juga
bicara tentang suprastrukturnya. Banyak sekali definisi tentang good governance. Kita ambil satu saja untuk
sebagai bahan analisa. Bank Dunia dalam laporannya tentang governance and
development tahun 1992 mengartikan good governance sebagai pelayanan publik
yang efisien, sistem pengadilan yang dapat diandalkan, pemerintahan yang
bertanggungjawab pada publiknya (Bintan R. Saragih). Bergulirnya reformasi membawa angin segar bagi proses demokratisasi di Indonesia. Sebuah rezim yang amat
kuat, solid sekaligus juga korup dan sentralistis terpaksa menyudahi perannya
sebagai penguasa negeri ini. Berarti terbuka sebuah kesempatan emas untuk
memulai proses perbaikan di berbagai bidang. Sebagai catatan saja kondisi kita
waktu itu adalah kondisi yang amat terpuruk. Tak hanya di bidang ekonomi saja,
tapi juga di bidang hukum, birokrasi dan juga moralitas.
1.2 Perumusan Masalah
Apa yang di maksud dengan Good Governance dan clean good governance ?
Bagaimana prinsip dari good governance dan clean governance?
Bagaimana pelaksanaan prinsip good governance dan clean governance dalam
sistem pemerintahan nagara ?
Sebutkan hambatan hambatan dalam melaksanakan prinsip good governance dan
clean governance dalam sistem pemerintahan nagari?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Good Governance Dan Clean
Good Governance.
Sesunguhnya
antara good Governance tidak dapat di pisahkan dari peleyanan publik adalah
karena pelayanan publik adalah turunan dari Good Governance. Dari sinilah
berkembangnya konsep pelayanan publik. Pertama kali konsep Good
Governance di tawarkan oleh negara maju, karena keberhasilanya dalam
menciptakan tranparacy dan pelalyanan publik yang efesien. Ini terbukti ketika terjadinya kekhwatiran oleh negara
maju yang membantu negara berkembang ketika ada bantuan, banyak dana bantuan
tersebut yang di Korup karena sistemnya yang tidak berjalan dan lemahnya
pengawasan Konsekuensinya adalah terjadi penyunatan dana oleh negara
berkembang terhadapa bantuan negara maju, bahkan tidak tepat sasaran. Maka
negara maju seperti AS mencoba menawarkan obatnya berupa konsep Good
Governance. Tata kepemerintahan yang
baik (good Governance) merupakan suatu konsep yang akhir-akhir ini di
pergunakan secara regule di dalam ilmu politik dan administrasi publik
(administarasi negara). Konsep ini lahir sejalan dengan konsep-konsep dan
terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat, hakasasi manusia
dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Pada akhir dasa-warsa yang lalu, konsep good
governance ini lebih dekat di pergunakan dalam reformasi publik. Di dalam
disiplin atu profesi manajemen publik konsep ini di pandang sebagai suatu aspek
dalam paradigma baru ilmu administrasi publik. Paradigma baru ini menekan
pada peran manajer publik agar memberikan pelayanan yang berkualitas
kepada masyarakat, mendorong dan meningkatkan otonomi manajerial terutama
sekali mengurangi campur tangan kontrol yang di lakukan oleh pemerintah pusat,
Tranparansi, akuntabilitas publik dan di ciptakan pengelolahan manajerial
yangbersih dan bebes dari korupsi. Dari definisi diatas terlihat ada beberapa unsur yang membangun good
governance. Yaitu pelayanan publik (Birokrasi) yang efisien, sistem pengadilan
yang dapat diandalkan (Supremasi hukum) dan pemerintahan yang bertanggung jawab
(Transparan dan akuntabel). Sebelum mulai menganalisa saya akan memfokuskan pembahasan dalam konteks
lokal. Karena sejak bergulirnya era otonomi daerah yang menandai era baru
hubungan pusat-daerah maka menjadi penting jika konsep good governance juga
diimplementasikan di setiap daerah otonom, local good governance.
Lagipula bila
kemudian implementasi otonomi daerah dijalankan secara benar, maka sebetulnya
ini amat memfasilitasi proses ke arah good governance itu. Alasan lain kenapa
fokus kita arahkan bersama karena tentu saja saya berharap bahwa wacana
ini tak hanya sekedar bicara tanpa juntrungan, tapi hasil dari wacana ini
menjadi sebuah masukan untuk konteks tugas dan keberadaan kita masing-masing.
Serta diharapkan mampu lebih empiris. Keinginan pemerintah untuk melaksanakan Tata Pemerintahan yang baik (Good
Governance) telah sering terucap di kalangan pemimpin di berbagai forum
hingga saat ini. Harapan dan keinginan mewujudkan Good Governance juga
merupakan tekad yang pernah diucapkan oleh Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono
(SBY), saat beliau dilantik sebagai Pemimpin Bangsa Indonesia pertama yang
secara lansung dipilih oleh rakyat.
Harapan dan
keinginan ini juga diinstruksikan kepada para menteri untuk bersama-sama
memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan mewujudkan pemerintahan
yang bersih (Clean Governance).
2. 2 Prinsip Good Governance Dan Clean Governance
Salah satu
produk dari organisasi publik adalah memberikan pelayanan publik kepada
pengguna. Pelayanan publik dalam negara demokrasi dengan meminjam pendapat
Lenvine (1990 : 188) harus memenuhi tiga indikator:
1). Responsiveness
atau responsivitas adalah: daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi
maupun tuntutan pengguna layanan,
2). Responsibility
atau responsibilitas adalah; suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh
proses pemberian layanan publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar dan telah
ditetapkan,
3). Accountability
atau akuntabilitas adalah: suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses
penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan
norma-norma yang berkembang dalam masyarakat. Sementara itu sesuai dengan Keputusan Menteri Pemberdayaan Pegawai
(Kepmenpan) 81/1995, disebutkan bahwa kinerja organisasi publik dalam
memberikan pelayanan harus mengandung beberapa indikator seperti:
1).Kesederhanaan, yaitu prosedur atau tata cara pelayanan umum harus
didesain sedemikian rupa. Sehingga penyelenggaraan pelayanan umum menjadi
mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan.
2). Kejelasan dan kepastian tentang tata cara, rincian biaya layanan dan cara pembayarannya, jadwal
waktu penyelesaian layanan, dan unit kerja atau pejabat yang berwenang dan
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum.
3). Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada pelanggan dari
adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. Proses serta hasil pelayanan umum
dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian
hukum.
4). Keterbukaan,yaitu bahwa pelanggan dapat mengetahui seluruh informasi yang mereka
butuhkan secara mudah dan jelas. termasuk informasi tata cara, persyaratan,
waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain.
5). Efisiensi,yaitu persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada
hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan
tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dan produki layanan publik
yang diberikan. Disamping itu, juga perlu dicegah adanya pengulangan di dalam
pemenuhan kelengkapan persyaratan, yaitu mempersyaratkan kelengkapan syarat
dari satuan kerja atau instansi pemerintah lain yang terkait.
6). Ekonomis,yaitu agar pengenaan biaya pelayanan ditetapkan secara
wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan untuk
membayar.
7). Keadilan yang merata, yaitu cakupan atau jangkauan pelayanan umum harus
diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara
adil.
8). Ketepatan waktu, yaitu agar pelaksanaan pelayanan umum dapat
diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Pelaksananan Prinsip Good Governance Dam Clean Governance
Dalam Sistem Pemerintahan Nagara Ketika kita berbicara
pelaksanaan tentu banyak muncul persoalan adalah karena antara praktek dengan
teori kadangkala tidak sejalan, dalam tataran teorinya bagus tapi ketika dalam
pelaksanaan teknis tidak efektif dan efesien.Unsur pertama dalam good
governance adalah birokrasi yang efisien. Kita sudah sama-sama mafhum bahwa
citra birokrasi di masyarakat terlihat kurang baik. Secara sinis sering
dikatakan bahwa motto birokrasi adalah “Kalau bisa dibuat sulit untuk apa
dimudahkan”. Birokrasi dikesankan sebagai sebuah rantai yang amat panjang
atau pos dari sebuah perjalanan yang panjang. Yang disetiap pos mereka yang
berurusan dengan birokrasi harus mau berpayah-payah atau memberi sejumlah
pelicin untuk masuik ke pos berikutnya. Istilahnya biasanya uang administrasi.Kita
tak bisa menyalahkan masyarakat karena kondisi inilah yang secara empiris
dirasakan oleh mereka. Ada uang administrasi untuk membuat KTP, Akte Kelahiran,
dan sebagainya. Padahal khittah dari
birokrasi adalah adanya pembagian tugas yang jelas untuk memudahkan pelayanan
masyarakat. Bukan untuk mempersulit apalagi menghambat masyarakat yang punya
urusan.Dalam era otonomi daerah, peran pengambil kebijakan untuk mengontrol
berjalannya birokrasi dengan baik amat dimungkinkan. Ini berkait dengan
wewenang yang dimiliki daerah seperti memiliki kewenangan mengadakan rekrutmen
birokrat (PNS). Era otonomi daearah
rembesanya dapat kit rasakan dalam pelaksananan sistem pemerintahan nagari
disamping membuka banyak kesempatan untuk kondisi lebih baik juga adalah
kesempatan bagi munculnya raja-raja kecil yang amat berkuasa. Raja kecil itu
bisa berupa pemerintah daerah, DPRD, partai politik, pengusaha atau bisa jadi
pemimpin informal. Yang jelas kekahawatiran munculnya pemimpin informal ini
adalah ketika hukum tak mampu menyentuh mereka bahkan berada di tapak kaki
mereka. Sumbangan dari
compang-campingnya kondisi hukum ini amat besar terhadap keterpurukan bangsa
ini. Bagaimana bisa misalnya investasi masuk bila tak ada kepastian hukum,
besarnya uang kemanan dan lain-lain. Bagaimana bisa birokrasi bersih bila
setiap pelanggaran tak pernah ditindaklanjuti dan malah menjadi habit. Artinya
unsur supremasi hukum menjadi prasyarat bagi unsur yang lain dalam good
governance. Ketiga, transparansi dan akuntabilitas. Sudah bukan jamannya
lagi penyelenggara negara menjadi menara gading. Ia harus menjadi mitra yang
tersentuh masyarakat. Di era desentralisasi apalagi. Spirit dari otonomi daerah
salah satunya adalah mendekatkan antara pengambil kebijakan terhadap
masyarakatnya. Penyelenggara daerah di tingkat lokal dianggap mampu memahami
dan mengartikulasikan berbagai permasalahan dan aspirasi yang berkembang di
masyarakat. Karena itulah ada pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah. Tapi
bukan berarti yang terjadi adalah sentralisme pemerintah daerah, karena spirit
yang lain dari otonomi daerah adalah terberdayakannya masyarakat. Karena itulah
kemudian political will dari penyelenggara pemerintahan daerah menjadi
amat penting dalam hal transparansi dan akuntabilitas ini. Penyelenggara
pemerintahan daerah harus mau untuk dikontrol oleh masyarakat dan masyarakat
harus mau peduli terhadap permasalahan pemerintahan. Dalam birokrasi public, peranan pemimpin sangat
strategis. Keberhasilan birokrasi publik dalam menjalankan tugas-tugasnya
sangat ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Jika diidentifikasi secara umum
terdapat beberapa fenomena kepemimpinan pada birokrasi publik. Pertama,
pemimpin birokrasi publik dalam menjalankan roda birokrasi pada umumnya belum
digerakkan oleh visi dan misi. Akan tetapi, senantiasa masih digerakkan oleh
peraturan yang sangat kaku. Akibatnya, pemimpin tidak dapat mengembangkan
potensi organisasi, serta tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan
eksternal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Kedua, pemimpin birokrasi lebih mengandalkan kewenangan formal yang dimilikinya.
Kekuasaan menjadi kekuatan dalam menggerakkan bawahan untuk memenuhi berbagai
kepentingan pemimpin. Ketiga, rendahnya kompetensi pemimpin birokrasi. Hal ini
terlihat dari pola promosi dari birokrasi yang kurang mempertimbangkan
kompetensi pejabat yang akan ditempatkan pada suatu jabatan struktural. Promosi
dilakukan atas dasar kepangkatan, golongan dan ruang serta hasil penilaian
kinerja melalui DP-3.Padahal indikator-indikator seperti ini tidak memiliki
basis penilaian yang rasional. Dasar kepangkatan dan golongan hanya diukur
dengan indikator formal berupa latar belakang pendidikan dan lama bekerja.
Tidak jarang pemimpin lebih melihat pada siapa orang yang akan ditempatkan pada
suatu jabatan tertentu daripada memperhatikan bagaimana kababilitas mereka. Hal
yang tidak kalah pentingnya adalah faktor kedekatan dari seorang dengan
pemimpinnya. Penilaian yang dilakukan lebih banyak bersifat irrasional. Keempat, lemahnya akuntabilitas pemimpin birokrasi. Tidak adanya tranparansi
pertanggungjawaban publik atas apa yang telah dilakukan oleh birokrasi.
Seharusnya akuntabilitas ini penting dilakukan agar masyarakat dapat memberikan
koreksi dan kontrol terhadap kinerja birokrasi. Demikian juga halnya dengan Sumber Daya Manusia yang
ada dalam birokrasi. Dalam hal ini penulis lebih memfokuskan terhadap Pegawai
Negeri Sipil (PNS) selaku aparatur penyelengara birokrasi. Keberadaan PNS dari
tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Permasalahan yang terjadi adalah
besarnya jumlah PNS dan tingkat pertumbuhan yang tinggi dari tahun ke tahun.
Rendahnya kualitas dan ketidaksesuaian kompetensi yang dimiliki menjadi
penghalang dalam mewujudkan Good Governance. Namun, apa hendak dikata
memang demikian realita yang terjadi. Penempatan PNS tidak didasarkan pada
kompetensi yang dimiliki, tetapi lebih didasarkan pada pertimbangan kedekatan
PNS dengan pemimpinnya, sehingga unsur rasionalitas menjadi terabaikan. Karena
itu, kondisi birokrasi saat ini ditinjau dari aspek kelembagaannya masih jauh
dari kondisi ideal. Kelemahan ini secara akumulatif telah mengakibatkan krisis
kepercayaan terhadap birokrasi oleh masyarakat sebagai pengguna jasa layanan. Kecenderungan utama birokrasi lebih mengutamakan
pendekatan struktural daripada pendekatan fungsional dalam penyusunan
organisasi. Sehingga benturan dan tarik-menarik kewenangan menjadi sulit
dihindarkan. Begitu pula dengan besaran organisasi belum mengarah pada
proposional akan tugas dan fungsi birokrasi sebagai lembaga pemberi layanan
pada masyarakat. Selanjutnya konsep otonomi
daerah muncul dengan tujuan awalnya adalah untuk memberikan pelayanan yang baik
kepada rakyatnya. Dan tidak tidak dapat kita pungkiri daerah di sumatra barat
menerapkan otonomi daerah, (disentralisasi) tidak terkecuali di nagari Kumanis
menerapkan otonomi daerah. Di dalam perjalanan otonomi daerah di Sumatra Barat banyak terjadi
penyimpangan otonomi daerah, banyaknya terjadi koropsi, pemindahan korupsi dari
pusat ke daerah (terciptanya raja-raja kecil, birokrasi yang berbelit-belit
tidak efektif dan memebutuhkan waktu yang lama dan ini terjadi hampir di
kabupaten kota di Sumbar. Nagari mampu menerapkan otonomi daearah dengan
baik sehinga Good governance “pemerintahan yang baik dan bersih artinya
bebas dari korupsi” Dalam pelaksaaan otonomi daerah pemerintahan kita selalu
berupaya untuk mewujudkan kondisi yang kondusif untuk tercapainya Good local
governance. Upaya tersebut terlihat dengan di lakukanya penyempurnaan berbagai
peraturan perundangan yang ada misalnya, UU No 17 Tahun 2003 tentang keuangan
negara, UU No 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara, UU No 25 Tahun 2004
tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, UU No 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antar
pemeintah pusat dan pemerintahan daerah. Dengan di keluarkanya undang-undang di atas pada prinsipnya memberikan
peluang pada daerah untuk menyusun perencanaan pembangunan secara otonom dan partisipatif
agar pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan dan berkembang serta terciptanya
kepemerintahan yang baik (good local governance). Kepala daerah
berkewajiban menyusun suatu sistem perencanaan pembangunan yang mendukung
tercapainya tujuan dalam menjalankan otonomi daerah. Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Good
Governance Dan Clean Governance Dalam Sistem Pemerintahan Nagari Hambatan dalam
pelaksanaan Good Governance adalah masih kita rasakan belum terciptanya tata
kelola pemerintahan yang baik dan bersih, Birokrasi yang masih belum efesien,
masih membutuhkan waktu yang lama, masih berbelit belit, masih terjadi yang
namamya dunsanakisme, ketika ada hubungan kekerabatan baru pelayanannya
berkualitas, tidak terjadi transparancy keuangan di nagara, bahkan akuntabilitas masih belum bagus begitu banyak hambatan atau
kendalanya adalah di sebabkan oleh mesin birokrasi yang tidak berjalan sesuai
dengan relnya. Kita merasakan masih bayaknya terjadinya koropsi
karena sistem tata kelola belum efektif, terbuktinya otonomi kebablasan bahkan
hari ini yang terjadi koropsi tidak hanya di pusat tapi telah berimbas ke Nagara, berbeda dengan rezim orde bari yang berani korupsi hanya pusat. Tapi hari
ini justru telah terjadi raja raja kecil di daearah dengan terciptanya
pemindahan ladang korupsi secara berjemaah dan di kololam oleh DPRD. Prilaku
yang sesuai dengan perananya selaku abdi tersebut. Keseluruhan prilaku para
anggota birokrasi tercermin pada pelayanan pada seluruh masyarakat. Karena
penerapan prinsip Fungsionalisasi, spesialisasi dan pembagian tugas, sudah
barang tentu menjadi bagian masyarakat suatu institusi tertentu. Prinsip pelayanan yang harus di berikan kepada rakyat
atau masyarakat oleh birokrat adalah pelayanan yang bersifat adil, cepat ,
ramah, korek tanpa diskriminasi dan tanpa pilih kasih. Karena itu, ungkapan
yang mengatakan bahwa para pegawai negeri adalah melayani bukan untuk di
layani, hendaknya terwujud dalam praktek dan realisasinya dan akan tidak ada
artinya kalau hanya pada tataran konsep tanpa di tuangkan ke prakteknya. Dan
kita tidak inginkan hanya ungkapan tersebut hanya menjadi slogan tanpa di ikuti
makna. Dengan kata lain, teramat penting untuk mengupayakan
agar para anggota birokrasi menghindari prilaku yang tidak sesuai dengan perananya
selaku abdi negara mayarakat. Dari inilah, “penting di pahami patologi
birokrasi yang bersumber dari keprilakuan” . Pemahaman tentang prilaku
dalam kaitanya pada birokrasi, mutlak perlu di soroti dari sudut andang etos
kerja dan kultur organisasi yang berlaku adalah kultur sosial yang luas. Hambatan Pelaksanaan Good Governance selanjutnya
adalah permasalahan atau tantangan masa depan Sistem Pemerintahan nagari
menurut penulis adalah tidak terciptanya good local governance,
tata kelola pemerintahanyang baik dan bersih dan konsekuensinya adalah
munculnya raja, raja kecil dari daerah, korupsi yang semakin bersarang di
daerah, artinya seolah-olah otonomi daerah memberi peluang pemindahan korupsi
dari pusat kepada daerah. Pemekaran dalam daerah yang tidak proporsional, banyak pelimpaan kewenangan
yang menyimpang sehinga bupati lebih presiden dari presiden sendiri. Persoalan
diatas sebagai solusinya perlu good local governance agar daerah lebih efektif
dan efeien dan akuntabilitas di dalam penyelengaraan sistem disentaralisasi
2.3 Kapan Pelayanan Di Katakan Baik
Tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih dapat di katakan baik apabila sistem
pelayanannya yang baik maka produk pelayanan itu akan berjalan sesuai
dengan rel yang ada. Standar buruk atau baik tata kelola pelayanan yang baik dan bersih sangat
di tentukan pemberian layanan publik yang lebih professional dan efektif,
efisien, sederhana, transparan, tepat waktu, responsive dan adaptif, dan
sekaligus dapat membangun kualitas individu dalam arti menigkatkan kapasitas
individu dan masyarakat untuk secara
aktif masa depannya. Responsif, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap mutu
layanan yang diberikan,competen tuntutan yang dimiliki, pengetahuan dan
keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan. Pelayanan publik (publik services) merupakan salah
satu perwujudan dari fungsi aparatur Negara sebagai abdi masyarakat dan abdi
Negara . Pelayanan publik oleh birokrasi publik di maksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kondisi
masyarakat saat ini telah berkembang dengan sangat dinamis, tingkat kehidupan
masyarakat yang semakin baik, merupakan sebuah indikasi dari empowering yang
dialami oleh masyarakat Penyebabnya ialah pelayanan buruk yang diberikan kepada
masyarakat umum. Pelayanan buruk tersebut dikarenakan adanya peraturan yang
berlebihan, minimnya transparansi, serta tingkah laku para birokrat yang tidak
mendukung untuk menciptakan hukum dan peraturan yang dapat dipatuhi oleh
sebagian besar anggota masyarakat (World Bank, 1992). Karena itu maka tak terlalu mengejutkan jika Indonesia
dikategorikan sebagai suatu pemerintahan yang buruk (bad governance). Kesulitan
reformasi birokrasi disebabkan oleh: warisan sejarah (historical
institutionalism) yang melingkupi birokrasi sejak masa kemerdekaan hingga
sekarang; kuatnya intervensi politik atas birokrasi; dan melemahnya posisi
tawar birokrasi terhadap partai politik.
2.4 Pelayan Publik Sebagai Pilar Good Governance
Pelayanan publik
(publik services ) oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah
satu perwujudan dari fungsi aparatur Negara sebagai abdi masyarakat dan abdi
Negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk
mensejahterakan masyarakat (warga Negara ) dari suatu Negara kesejahteraan (welfare
state ). Dan sekali lagu tujuan dari
good governce sebagai tujuan Primer adalah; mewuhkan pendidikan politik kepada
masyrakat (demokrasi) sementara tujuan sekunder dari Good Governance adalah
menciptakan sistem pelayanan yang efesien dan efektif, akuntabilitas, tapai
yang menjadi perslan sekarang adalah good governance lebh fokus kepada pelayan
publik, artinya ketika seseorang berbicra Goog Local Governnace maka yang
terbayang di depan matanya adalah elayann yang efektif dan efesien. Pelayanan publik dapat diartikan disini adalah pemberi
layanan atau keperluan orang aatau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Sementara itu kondisi masyarakat pada saat ini telah terjadi suatu perkembangan
yang sangat dinamis , dimana tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik,
merupakan indikasi dari “empowering” yang dialami oleh
masyarakat. Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi
hak dan kewajibannya sebagai warga Negara, masyarakat semakin berani untuk
mengajukan tuntutan , keinginan aspirasikepada pemerintah, masyarakat semakin
kritis dan berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh
pemerintah. Salah satu produk dari organisasi publik adalah memberikan
pelayanan publik kepada pengguna. Pelayanan publik dalam negara demokrasi
dengan meminjam pendapat Lenvine (1990 : 188) harus memenuhi tiga indikator:
1). Responsivenessatauresponsivitasadalah: daya
tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan
pengguna layanan,
2). Responsibilityatau responsibilitas adalah; suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian layanan publik itu dilakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi
yang benar dan telah ditetapkan,
3). Accountability atau akuntabilitas adalah: suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan
kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam
masyarakat. Sementara itu sesuai dengan
Keputusan Menteri Pemberdayaan Pegawai (Kepmenpan) 81/1995, disebutkan bahwa
kinerja organisasi publik dalam memberikan pelayanan harus mengandung beberapa
indikator seperti:
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di dalam
perjalanan otonomi daerah banyak terjadi dan penyimpangan otonomi daerah,
banyaknya terjadi korupsi, pemindahan korupsi dari pusat ke daerah (terciptanya
raja-raja kecil), birokrasi yang berbelit-belit tidak efektif dan membutuhkan
waktu yang lama dan ini terjadi hampir di nagari di Sumbar. Dalam pelaksaaan otonomi daerah pemerintahan kita
selalu berupaya untuk mewujudkan kondisi yang kondusif untuk tercapainya Good
local governance. Upaya tersebut terlihat dengan di lakukanya penyempurnaan
berbagai peraturan perundangan yang ada misalnya, UU No 17 Tahun 2003 tentang
keuangan negara, UU No 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, UU No 25
Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, UU No 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antar pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Good governance awalnya sebagai obat penawar
yang di gunakan untuk menghilangkan penyakit korupsi yang semakin
mengakar ini di tawarkan barat kepada negara berkembang yang rentan terjadi
korupsi. Ibaratkan ketika badan kita panas maka yang terbayang oleh kita adalah
Bodrex untuk mendinginkan badan tanpa kita sadari padahal panas badan kita di
sebabkan kambuhnya ginjal, memang itu untuk sementara waktu Bodrex akan
bekerja mendinginkan tubuh kita tapi penyakit ginjal tidak akan pernah sembuh
dengan Bodrex. Ini terbukti ketika konsep Good Governance yang
di kembangkan di Africa Selatan Gagal total, namun yang jelas Konsep Good
Governance harus di sesuaikan dengan variasi lokal dalam nagari sehinga
konsep tersebut sesuai di terapkan di nagari, Konsekuensinya nagari akan
siap dengan Good Governace karena sesuai dengan nilai-nilai lokal di mana
daerah itu berada. Pirnsip good govenance merupakan konsep-konsep yang
erat kaitanya dengan pelayanan publik. Pelayanan publik yang selama ini di
rasakan masyarakat belum bisa memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi
masyarakat itu sendiri, banyak pelayanan publik yang di berikan kepada
masyarakat tidak efesien dan tidak efektif serta tidak akuntabilitasnya
tidak terjamin. Inti dari good governance sangat serderhana, pada hakikatnya
good governance bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik
baiknya. Patologi dari good governance (penyakit dari birokrasi) adalah
terjadinya pelayanan berbelit belit, tentu mnegunakan waktu yang
cukup lama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kapan pelayanan dikatakan baik apabila. Satu pelayanan
yang efesian artinya, adalah perbandingan yang terbalik antara input dan output
yang di capai dengan input yang menimal maka tingkat efesiansi menjadi lebih
baik. Input pelayanan dapat berupa uang, tenaga dan waktu dan materi yang di
gunakan untuk mencapai output. Harga pelayanan publik harus dapat terjangkau
oleh kemampuan ekonomi masyarakat. Kedua; pelayanan yang non-partisipan. Artinya adalah, sistem
pelayanan yang memberlakukan penguna pelayan secara adil tanpa
membedakan dan berdasarkan status sosial ekonomi, kesekuan etnik, agama
kepartaian, latar belakang pengunaan pelayanan tidak boleh di jadikan
pertimbangan dalam memberikan pelayanan. penyelengaraan pemberian pelayan
berdasarkan pada prinsip equal before the law kesamaan dalam hukum
dan pemerintahan. Ketiga; adalah efektif,
responsif. Artinya adalah, tidak membutuhkan waktu yang lama dan tidak berbelit
belit misalnya dalam mengurus KTP, kebanyakan kalau kita punya uang,
maka mengurusnya lancar tapi kalau tidak di kasih uang ke pada
petugas yang ada di nagari maka pelayanan yang di berikan sangat lama.
Responsif artinya adalah, cepat tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.
3.2 Saran
Mudah-mudahan kedepan pelayanan yang di berikan melaui konsep good
governance akan menjadikan kehidupan bernagari lebih mudah dalam memperoleh
pelayanan dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat yang ada
di pemerintahan nagari serta tidak membutuhkan biaya yang besar untuk
memperoleh sebuah pelayan.
Sebagai pel atau obat terhadap penyakit pelayan yang terjadi selama
ini adalah konsep good governance, dapat di terapkan kepada petugas
pelayan publik yang ada di nagari . Dengan cara memberikan pelatihan pelayanan
publik kepada petugas yang ada di nagari. Sekali lagi kita berharap pelayan
publik yang efesiean efektif dan akuntabilitas dapat di wujudkan di nagari . Semoga!.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Dwiyanto. Mewujudkan Good Governance Melalui
Pelayanan Publik. Gadjah Mada University Press. 2005
Disusun Oleh ; Wahyu Abdillah
terimakasih mbak sangat berguna infonya.
BalasHapussekedar share ni bagi teman-teman yang ingin menghasilkan uang
lewat smartphone ataupun komputer hanya dengan memasukan angka-angka maka akan dibayar sebesar 0,1 US Dolar.
buktikan sendiri. saya sudah mencoba. silahkan daftarkan email anda di https://goo.gl/YYy2PY bukan spam, virus, hoax. buktikan sendiri.